Ukiran Toraja |
Ukiran Toraja yang terdapat di rumah adat tongkonan, dan alang (lumbung) menghiasi bangunan-bangunan berbentuk perahu tersebut dengan bentuk-bentuk dan warna khas Toraja (Baca: Filosofi Warna Ukiran Toraja)
Bukan hanya menghiasi rumah adat, masing-masing ukiran tersebut memiliki makna tersendiri. Terdapat beberapa buku yang membahas mengenai filosofi ukiran-ukiran Toraja namun belum banyakyang menjelaskan tentang asal mula ukiran Toraja. Dalam buku Mengenal Ragam Hias Toraja, C. L. Palimbong menuliskan kisah asal usul ukiran Toraja:
"
Konon, dahulu kala ada sebuah rumah tongkonan yang hendak
dibangun. Maka ditugaskanlah para tukang (tomanarang) dan hamba-hamba masuk ke
dalam hutan untuk menebang pohon.
Sesampai di hutan, mereka mulai menunjuk pohon-pohon lalu
bertanya "kayu apate?" (pohon apa ini?) lalu pohon yang ditunjuk menjawab "akumo
kayu nangka’, sinangkangan ulle’ to matemu” (akulah pohon nangka, akan
bergelimpangan orang meninggal karenaku)
Pada pohon yang lain, mereka bertanya "kayu apate?" Lalu pohon
tersebut menjawab "akumo kayu uru, siurrukan to umbating" (akulah pohon uru,
orang-orang akan meratap karenaku)
Mendengar itu, tukang dan para hamba merasa ketakutan lalu
segera pulang ke perkampungan dan melaporkan kejadian yang mereka alami kepada ambe’/to parenge’ Tongkonan dan kepada masyarakat.
Kemudian diadakanlah musyawarah. Dari musyawarah tersebut
disimpulkan bahwa kejadian di hutan tersebut disebabkan karena sebelumnya tidak
ada sajian kepada ampunna pangala’ (umpamamata lalanna likaran liang) atau sajian
kepada dewa penjaga hutan untuk masuk menebang pohon.
Kemudian diadakanlah pemala’ (sajian) umpamamata lalanna
likarang biang. Setelah itu, para tukang dan para hamba kemudian kembali masuk
ke hutan.
Di pohon nangka’, kembali mereka bertaya "kayu apate?" Pohon itu
kemudian menjawab "akumo kayu nangka’, sinangkangan iananmu" (akulah pohon nangka, hartamu akan bertimbun karenaku). Pohon nangka tersebut kemudian ditebang.
Di
pohon uru, mereka kembali bertanya "kayu apate?" Pohon itu menjawab "Akumo kayu
uru, siuruan bai tora" (akulah kpohon uru, babimu akan banyak, cepat besar dan
bertaring karenaku). Pohon tersebut kemudian ditebang. Begitulah seterusnya pohon-pohon lain
ditembang sampai mencukupi kebutuhan pembangunan sebuah tongkonan.
Keesokan harinya, mereka masuk kembali ke hutan untuk
mengerjakan pohon-pohon yang sudah ditebang. Pada siang hari datanglah seorang
wanita membawa makanan untuk para tukang. Sambil menunggu mereka selesai makan,
wanita tersebut kemudian duduk di atas sebuah kayu. Wanita tersebut ternyata
sedang dalam masa haid, tanpa sadar darah haidnya merembes di atas kayu yang
didudukinya.
Ketika para tukang hendak melanjutkan pekerjaannya pada kayu yang
tadinya diduduki wanita itu, mereka melihat sebuah pola menyerupai kepala
kerbau sehingga mereka terinspirasi untuk membuat sebuah ukiran yang kemudian
dikenal dengan ukiran Pa’ Tedong.
Kemudian ukiran berkembang berdasarkan inspirasi yang
didapat langsung dari lingkungan seperti dari ayam jantan dan matahari. Dari
perkembangan ukiran akhirnya ditetapkan 4 garonto’ passura’ (ukiran dasar): Pa’ Tedong, Pa’ Barre Allo, Pa’ Manuk Londong dan Pa’ sussu’
yang kemudian diberi makna spiritual
"
KISAH ASAL MULA UKIRAN TORAJA
Reviewed by Torayaa
on
8:24:00 AM
Rating:
No comments: